NAMA : ANGGI DEFRI P
NPM : 20211884
KELAS : 4EB08
1. Tanggung jawab akuntan publik
Tanggung jawab utama praktisi pajak adalah sistem pajak.
Suatu sistem pajak yanng baik dan kuat harus terdiri dari entitas administrasi
pajak, kongres, administrasi dan komunitas praktisi. Selain itu ketika secara
umum menyetujui bahwa praktisi pajak mempunyai kewajiban atas kemampuan,
loyalitas dan kerahasian klien, hal ini disebut juga tanggung jawab praktisi
atas sistem pajak yang baik.
Tanggung jawaqb praktisi pajak yang terakhir adalah
pentingnya pervasive (peresepan). Dalam hubungan antara praktisi dan klien yang
normal, kedua tanggung jawab dikenali dan dilaksanakan. Namun, situasi ini
sulit, dalam beberapa situasi praktisi diperlukan untuk memutuskan kewajiban
yanng berlaku dan dalam pelaksanaannya dapat disimpulkan bahwa kewajiban
atas sistem pajak yang tertinggi.
Praktisi pajak membantu dalam mengatur hukum pajak dengan jujur dan adil dalam
pelayanan dan pengembangan kepercayaan klien dalam integritas dan kepatuhan
terhadap sistem pajak.
2. Etika Akuntan Pajak
Dalam kaitannya dengan
etika akuntan pajak, AICPA mengeluarkan Statement on Responsibilities in Tax
Practice (SRTP). Adapun isinya sebagai berikut:
SRTP (Revisi 1988)
No.1: Posisi Pengembalian Pajak
SRTP (Revisi 1988)
No.2: Jawaban Pertanyaan atas Pengembalian
SRTP (Revisi 1988)
No.3: Aspek Prosedur tertentu dalam menyiapkan Pengembalian
SRTP (Revisi 1988)
No.4: Penggunaan Estimasi
SRTP (Revisi 1988)
No.5: Keberangkatan dari suatu posisi yang sebelumnya disampaikan didalam suatu
kelanjutan administrative atau keputusan pengadilan
SRTP (Revisi 1988)
No.6: Pengetahuan Kesalahan: Persiapan Kembalian
SRTP (Revisi 1988)
No.7: Pengetahuan Kesalahan: Cara Kerja administrasi
SRTP (Revisi 1988)
No.8: Format dan isi nasihat pada klien
3. Kompleksitas Aturan Perpajakan Vs Tuntutan
Klien
Pajak secara klasik
memiliki dua fungsi. Pertama, fungsi bugeter. Kedua, fungsi reguleren.
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23 ayat 2, disebutkan bahwa
“segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang.” Dari hal
tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki fungsi yang luas antara lain
sebagai sumber pendapatan negara yang utama, pengatur kegiatan ekonomi,
pemerataan pendapatan masyarakat, dan sebagai sarana stabilisasi ekonomi. Kalau
kita lihat APBN, pajak selalu dituntut untuk bertambah dan bertambah.
Pemerintah harus
memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara. Dalam struktur anggaran
negara, seperti halnya negara kita bisa mencapai 75% diperoleh dari pajak.
Kondisi inilah yang memicu pemerintah untuk membuat aturan-aturan perpajakan.
Aturan perpajakan merupakan masalah yang sebaiknya menjadi prioritas bagi
pemerintah supaya tidak terjadi tax avoidance. Berikut ini beberapa kasus yang
mencerminkan kompleksitas aturan perpajakan vs tuntutan klien :
·
Pajak
Ganda pada Dividen
Secara teori
Indonesiamenganut klasikal sistem. Artinya, ada pembedaan subyek pajak. Yaitu
subyek pajak badan dan subjek pajak perseorangan. Yang bermasalah dalam pajak
dividen adalah terjadi economic double taxation.
Pengertiannya, sebelum dividen dibagi kepada pengusaha, laba tersebut merupakan
laba perusahaan yang dikenakan pajak, atau disebut pajak korporat. Namun,
ketika dibagi lagi kepada pemegang saham di korporat, pemegang saham itu harus
dikenakan pajak lagi. Inilah yang disebut sebagai pajak ganda. Sebagai
perbandingan,Malaysia dan Singapura tidak lagi menggunakan pajak atas dividen.
Mereka menggunakan kredit sistem. Yakni, pajak yang bisa dikreditkan kepada
para pemegang saham di korporat. Sehingga, korporat hanya dimaknai sebagai
sarana. Subyek pajak tetap melekat pada pribadi. Tak ada lagi pajak ganda yang
membebani.
·
Sengketa
Pajak
Kalau terjadi dispute, yakni hitungan
wajib pajak (WP) dengan petugas pajak berbeda. Pada UU KUP 2000 kewenangan
aparat fiscus terlalu luas. Jika terjadi sengketa SPT, maka apapun yang akan
dipakai adalah hitungan aparat pajak, dan hitungan itu harus dibayar lebih
dahulu oleh WP sebesar 50 persen dari hitungan petugas pajak sebelum bisa
dibawa kepada pengadilan pajak. Kalau hitungan WP yang dinyatakan pengadilan
benar maka WP berhak menerima restitusi. Namun, uang restitusi itu kenyataannya
tidak segera dibayarkan oleh fiscus.
Jika uang restitusi
jumlahnya milyaran jelas saja mengganggu cash flow para
pengusaha. Inilah persoalan dalam dispute antara WP dengan aparat pajak.
Untungnya, dalam UU KUP 28/2007 perhitungan SPT ditentukan secara bersama-sama.
Jika ada perbedaan klaim angka, maka yang lebih dahulu dipakai adalah klaim WP.
Sebelum masuk ke pengadilan pajak, WP hanya cukup membayar sebesar 50 persen
dari klaim hitungan WP sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Sungguh, A (2004). Etika Profesi Jakarta : Sinar Grafika
Ludigdo, U (2007). Paradoks Etika Akuntan. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Keputusan Ketua Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: Kep-310/B1/2008 Tentang
Indepedensi Akuntansi yang Memberikan Jasa di Pasar Modal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar